Dear Anakku
Nadiah Nur Izzah Syam
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Catatan kecil ini, kami kirimkan bertepatan
dengan mendaftarnya engkau di Pondok Pesantren Putri Gontor, tanggal 15 Juli 2015,
sebagai pengingat bahwa kini engkau telah melangkah ke dunia luas. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai setiap langkahmu dan mempertemukan engkau dengan cita dan
harapanmu nak…. Amin
TENTANG ANAK PEREMPUANKU
Peristiwa yang tak pernah terlupa, 2 hari 2 malam di Puskemas Jungpandang Baru (sekarang
RSD Jungpandang Baru) menunggu kelahiran sang jabang bayi. Tapi … tak kunjung
lahir juga. Rasa was-was dan ketegangan semakin memenuhi wajah seluruh keluarga
yang hadir saat itu. His (kontraksi) yang timbul tenggelam (tidak kontinyu)
dianggap sebagai penyebabnya. Akhirnya, Magrib itu diputuskan untuk dirujuk ke RSB
St. Aisyah Kartini. Setelah diinduksi, beberapa jam kemudian, setelah melalui
perjuangan yang melelahkan dengan menggunakan vakum, Alhamdulillah ….. Nadiah
Nur Izzah Syam terlahir juga dalam keadaan sehat wal afiat. Lebih cepat dari
perkiraan dokter yaitu Bulan Ramadhan. Itu pulalah alasan, kami tidak
menambahkan nama ramadhani pada namanya seperti yang kami rencanakan, sekaligus
menyadarkan kepada kami bahwa kelahiran, kematian, rezki, dan jodoh hanya
Allahlah yang tahu.
Tak pernah saya lupa, untuk melaksanakan tugas pertamaku mengazankan
di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Tugas yang membuatku gemetar,
terharu, takjub dan berbagai perasaanku lainnya. Semuanya bercampur-aduk
menjadi satu. Semua doa, aku panjatkan dalam derai air mata bahagia. Harapan
dan permohonan membubung ke langit, semoga kelak anakda diberi petunjuk dalam
mengarungi hidup dan kehidupan. Hari itu tepat 19 Oktober 2003, 12 tahun yang
lalu. Seluruh tubuh Anakda dipenuhi oleh “lemak” yang harus dibersihkan.
Kutatap wajahnya, aku tak tahu anakda mirip siapa gerangan? Hanya terlintas dibenakku
semoga anakda diberikan wajah yang memancarkan keindahan hati. Itupun terlihat
ketika di masa awal pertumbuhannya, wajah selalu dipenuhi senyuman, senyuman
yang tulus.
Istriku tercinta Wardiah Hamzah berjuang, memberi pemahaman baru
bahwa sesungguhnya ulangtahun anak adalah hari perjuangan ibu yang harus
direnung dan dikenang oleh sang anak, bukan sekedar merayakan kelahiran anak
tersebut saja. Permohonan maaf dan doa, harusnya diberikan juga kepada sang ibu
setiap anak berulang tahun. Tanpa dirinya… kepada siapalah kita menyebut IBU.
Naya.. demikianlah panggilan cinta kepada ananda. Mulai mengisi
malam sunyi dengan tawa dan tangisan. Tangisan dikala lapar, untuk meminta
“mimi” atau lagi “pipis” dan “ee”. Tapi sepertinya, lebih
banyak tawanya. Asal kita tersenyum kepadanya, maka ia akan membalas dengan
senyum dan tawa. Di siang haripun demikian, hanya terkadang diisi dengan tidur
panjang. Rupanya belum bisa membedakan malam dan siang. Naya menjelma menjadi
pelita dan kegembiraan di tengah rumah yang di kontrak saat itu. Ade Irma
Suryani Nasution Lr 5/36, Jumpandang Baru. Naya juga meberi semangat baru untuk
segera memiliki rumah sendiri. Dan hal itu tak berlangsung lama, sebab
menjelang usia 1 tahun bertepatan dengan mulai belajar untuk berjalan, kami
bertiga untuk pertama kalinya mengunjungi sebuah rumah di BTN Wesabbe Blok A/2
(saat itu.. ada doa kecil semoga rumah ini menjadi istana, tempat kami
bertumbuh dan berkembang bersama anak-anak kami menjadi keluarga sakinah mawaddah
wa rahma, tempat anak-anak kami bermain, belajar dan beribadah hingga mereka
menuju gerbang kedewasaan). Dan doa kecil itupun menjadi kenyataan.
Di tiga tahun pertamanya, naya menjadi kembaran tiga kami,
dimana kami berada, disitu ia menemani, tak peduli pagi, sore ataupun malam.
Naya senantiasa mengikuti kami kemanapun kami pergi. Bahkan pernah Bu wawa memberi
kuliah sambil menggendongnya, atau ia hanya terduduk melihat ibunya memberi
kuliah. Ciri-ciri kedewasaan dan kesabarannya terlihat juga ketika seringkali
menemani saya ke kantor, waktu itu di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pemberantasan Penyakit Menular. Masalahnya adalah situasi dan kondisi yang
tidak kondusif, sehingga saya sering menghabiskan waktu bermain catur untuk
mengisi kekosongan. Hal itu bisa sampai berjam-jam. Naya pun tetap menemani,
walaupun terkadang tertidur menunggu saya untuk menyelesaikan permainan
tersebut, Sekali-kali mengatakan, “Pulang Bapak!”, tapi ia tidak pernah marah
apalagi menangis. Anak perempuanku, kau membuatku terharu dan yakin akan
ketegaranmu kelak.
Ada ciri khas Naya yang menunjukkan keberadaannya, yaitu bunyi
gemerincing gelang besi putihnya, ketika ia merangka. Kami sering bersembunyi
ketika mendengarnya, karena pasti ia lagi wara-wiri mencari kami. Biasanya ia
mencari kami di atas kasur, kami telungkup di atas agar terlihat. Saat ia
berdiri di pinggir kasur, kepala cantiknya yang pertama terlihat dan kompak
kami tertawa, iapun balas tertawa. Gelang putih itupun diwariskan ke Awang dan
Faat, walaupun Faat tidak mengenakannya sampai dewasa.
Kesukaan Naya lain adalah meminta dijunjung di atas bahu. Jika
itu saya lakukan maka ia akan tertawa terbahak-bahak memperlihatkan giginya
yang empat dengan mata menyipit. Naya adalah anak periang. Hanya saja ketika
semakin besar, keriangannya ditunjukkan dengan cara yang berbeda. Anak
perempuanku, kau memberikan banyak harapan kedewasaan kepada kami. Kami sungguh jatuh hati.
Ketika adiknya Awang lahir, ia menjadi kakak yang penyayang dan
pelindung. Beberapa fotonya memperlihatkan bagaimana mereka saling berpelukan,
bahkan ketika tidur sekalipun mereka akan saling mencari untuk tidur saling
bersisian. Dikala bermain, Naya menunjukkan betapa ia sangat menjaga adiknya
bahkan cendrung protektif. Saat yang sama, Awang memanfaatkan hal tersebut
untuk memanjakan diri.. akhirnya terbawa menjadi ketergantungan dan tidak
mandiri. Itu pula pertimbangan kami kelak membawa Awang sekolah ke Surabaya,
agar ia bisa menjadi lebih mandiri, berani dan bertanggungjawab. Sifat
kepemimpinan, perhatian, tanggungjawab dan penyayang semakin terlihat ketika Faat lahir. Barangkali karena
lahir sebagai seorang Kakak. Kemarin… ketika menontong kartun Ipin dan Upin,
kami tertawa… karena melihat karakter Naya ada pada diri kakaknya Upin dan Ipin
yaitu Kak Rose. ha.. ha.. ha..
Saat memasuki TK, Naya memperlihatkan sifatnya yang lain yaitu
ketenangan. Barangkali pengaruh sebagai seorang kakak dan telah terbiasa di
tengan anak-anak lainnya, karena sebelumnya kami titipkan di TPA Aksara Dinas
Pendidikan Provinsi Sulsel. Naya masuk di TK IKIP, dengan pertimbangan agar
lebih mudah masuknya nanti di SD IKIP. Masa TK Naya memberi kerepotan tersendiri,
karena jarak sekolahnya yang terlalu jauh dari rumah dan tempat kerja saya di
Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar. Seringkali kami terlambat menjemput
Naya, tapi toh ia tidak pernah marah dan menangis. Hanya saja, setelah itu Naya
tidak lagi terlihat gendut… barangkali stres karena perjalanan pergi dan pulang
sekolah yang jauh, apalagi sering macet. Belum lagi, kalau harus sedikit
ngebut, anehnya Naya menikmati saja. Hikmah lainnya adalah Naya dapat
berbelanja sendiri… karena kami sampaikan kepadanya agar jangan keluar pagar
sekolah, jika sudah pulang tetapi boleh berbelanja di kantin sekolah.
Bercerita tentang anak perempuanku, banyak sekali
peristiwa-peristiwa yang berkesan. Bagaimana ketika mulai masuk SDIT Ar Rahmah.
Padahal sebelumnya, kami berpikir akan memasukkannya di SD IKIP. Tapi
pertimbangan kami selanjutnya yang ingin memberikan fondasi keislaman dan
membangun karakter yang kuat dalam dirinya, sehingga terpikirlah untuk
memasukkannya ke SD yang berorientasi keislaman. Setelah mensurvei beberapa
SDIT di Kota Makassar, maka pilihan kami jatuh kepada SDIT Ar Rahmah. Dibanding
SDIT yang lain, SDIT Ar Rahmah sesuai dengan apa yang kami harapkan, lebih
dekat dan biayanya masih terjangkau. Wahai anak perempuaku… apapun kami akan
lakukan untukmu!
Banyak hal yang kami sukai dari sekolahnya, tetapi ada juga yang
kami tidak sepakati, seperti siswa dilarang mengaji diluar sekolah, dengan
alasan akan merusak cara mengaji yang sudah dilakukan di sekolah. Setelah
melihat kenyataan bahwa Naya sangat tertinggal dalam hal mengaji, maka kamipun
memutuskan untuk mencari guru mengaji di sekitar rumah. Alhamdulillah….senior
Bu Wawa di Pasantren, Uztazah Jamilah bersedia membimbing. Pertamanya hanya
Naya dan Awang yang belajar mengaji di waktu malam, tetapi beberapa waktu
kemudian, berkembang menjadi banyak santri. Awalnya, kami pikir Naya dan Awang
tidak akan menyenangi tempat mengajinya, ternyata metode mengaji yang unik dan
menarik membuat Naya dan Awang bersemangat untuk mengaji. Dampaknya metode Iqra
dan Ummi serta terakhir metode daffa yang diajarkan di sekolah, tidak lagi
menjadi masalah bagi Naya. Bahkan di Bulan Ramadhan ini, anak perempuanku telah
berhasil menkhatankan Al Qur’an. Sungguh… perasaan kami melambung ke langit
surga, tak ada keraguan lagi tentang tugas kami untuk meletakkan fondasi
keyakinan Islam. Kebahagian tersebut kami ganti dengan hadiah kecil berupa HP.
Disamping itu, Naya kami ikutkan kursus matematika di Kumon BTP,
kemudian kami pindahkan ke Kumon Sudiang karena disana ada juga kursus
Englishnya, sehingga praktis Naya dan Awang mengikuti dua bidang studi. Ketika
Kumon Perintis telah dibuka, merekapun pindah karena lebih dekat dengan rumah.
Kumon banyak menguras energi, karena memastikan apakan Naya sudah mengerjakan
PRnya atau tidak. Pada satu tempo Naya tidak mau mengerjakan PRnya dan
berhenti…. Barangkali bosan dan kecapaian,
tetapi akhirnya lanjut lagi. Moment itu memberikan kesadaran baru kepada Naya,
betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Saya merasa… peristiwa itu adalah tahapan
penting dari perkembangan mental dan kematangan Naya, anak perempuan kami. Kami
ingin memberikan “tiket” ke masa depannya yang lebih baik, kami ingin ia bangga
dan percaya diri tetapi tetap rendah hati.
Peristiwa demi peristiwa telah berlalu, tak terasa kini Nadiah
Nur Izzah telah tumbuh menjadi gadis dewasa. Waktu itu terasa singkat sekali. Semenjak
kelahirannya hingga kelas enam SD. Anak perempuanku kini ada di Makassar untuk
menyelesaikan tahapan hidupnya yang lain. Ia mempersiapkan dirinya untuk
menghadapi evaluasi akhir SDnya. Ia tidak bersama kami orangtuanya. Ia harus
berjuang sendiri diusianya 12 tahun. Jika mendengar ceritanya lewat HP, kami
merasa bangga dan terharu. Kami tak bisa berkata apa-apa ketika dari suaranya
yang jauh disana menyampaikan bagaimana ia melalui kegiatan sekolahnya,
mengurus neneknya dan aktivitasnya ke mesjid………... semuanya sungguh menakjubkan.
Anak perempuan kami telah siap ke dunia yang lebih luas.
Anak
perempuanku beranjak dewasa
Melalui
tempaan hidup
Terkadang
sedih dan sendiri
Di lain waktu
senyumnya menggayut
Anak
perempuanku menjadi gadis
Mengurai kisah
remaja
Lewat media
sosial bercerita
Kegembiraan
dan semangat
Anak
perempuanku pelita keluarga
Mencintai
orangtua dan adiknya
Walau
terkadang menjengkelkan
Tetap sayang
di sepanjang umur
Anak
perempuanku tak lagi kanak
Meniti hidup
dengan doa orangtua
Melewati goda
dan hilaf
Smoga Allah
memberi petunjuk
Surabaya, November 2015
Selamat Ulang tahun Nak!
Dari kedua orangtuamu
0 komentar:
Posting Komentar