Every person has the potential to grow and develop without limits

Jumat, 15 Juli 2016

TENTANG ANAK PEREMPUANKU

Dear Anakku
Nadiah Nur Izzah Syam
Assalamu Alaikum Wr. Wb

Catatan kecil ini, kami kirimkan bertepatan dengan mendaftarnya engkau di Pondok Pesantren Putri Gontor, tanggal 15 Juli 2015, sebagai pengingat bahwa kini engkau telah melangkah ke dunia luas. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap langkahmu dan mempertemukan engkau dengan cita dan harapanmu nak…. Amin

TENTANG ANAK PEREMPUANKU


Peristiwa yang tak pernah terlupa, 2 hari 2  malam di Puskemas Jungpandang Baru (sekarang RSD Jungpandang Baru) menunggu kelahiran sang jabang bayi. Tapi … tak kunjung lahir juga. Rasa was-was dan ketegangan semakin memenuhi wajah seluruh keluarga yang hadir saat itu. His (kontraksi) yang timbul tenggelam (tidak kontinyu) dianggap sebagai penyebabnya. Akhirnya, Magrib itu diputuskan untuk dirujuk ke RSB St. Aisyah Kartini. Setelah diinduksi, beberapa jam kemudian, setelah melalui perjuangan yang melelahkan dengan menggunakan vakum, Alhamdulillah ….. Nadiah Nur Izzah Syam terlahir juga dalam keadaan sehat wal afiat. Lebih cepat dari perkiraan dokter yaitu Bulan Ramadhan. Itu pulalah alasan, kami tidak menambahkan nama ramadhani pada namanya seperti yang kami rencanakan, sekaligus menyadarkan kepada kami bahwa kelahiran, kematian, rezki, dan jodoh hanya Allahlah yang tahu.

Tak pernah saya lupa, untuk melaksanakan tugas pertamaku mengazankan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Tugas yang membuatku gemetar, terharu, takjub dan berbagai perasaanku lainnya. Semuanya bercampur-aduk menjadi satu. Semua doa, aku panjatkan dalam derai air mata bahagia. Harapan dan permohonan membubung ke langit, semoga kelak anakda diberi petunjuk dalam mengarungi hidup dan kehidupan. Hari itu tepat 19 Oktober 2003, 12 tahun yang lalu. Seluruh tubuh Anakda dipenuhi oleh “lemak” yang harus dibersihkan. Kutatap wajahnya, aku tak tahu anakda mirip siapa gerangan? Hanya terlintas dibenakku semoga anakda diberikan wajah yang memancarkan keindahan hati. Itupun terlihat ketika di masa awal pertumbuhannya, wajah selalu dipenuhi senyuman, senyuman yang tulus.

Istriku tercinta Wardiah Hamzah berjuang, memberi pemahaman baru bahwa sesungguhnya ulangtahun anak adalah hari perjuangan ibu yang harus direnung dan dikenang oleh sang anak, bukan sekedar merayakan kelahiran anak tersebut saja. Permohonan maaf dan doa, harusnya diberikan juga kepada sang ibu setiap anak berulang tahun. Tanpa dirinya… kepada siapalah kita menyebut IBU.

Naya.. demikianlah panggilan cinta kepada ananda. Mulai mengisi malam sunyi dengan tawa dan tangisan. Tangisan dikala lapar, untuk meminta “mimi” atau  lagi  “pipis” dan “ee”. Tapi sepertinya, lebih banyak tawanya. Asal kita tersenyum kepadanya, maka ia akan membalas dengan senyum dan tawa. Di siang haripun demikian, hanya terkadang diisi dengan tidur panjang. Rupanya belum bisa membedakan malam dan siang. Naya menjelma menjadi pelita dan kegembiraan di tengah rumah yang di kontrak saat itu. Ade Irma Suryani Nasution Lr 5/36, Jumpandang Baru. Naya juga meberi semangat baru untuk segera memiliki rumah sendiri. Dan hal itu tak berlangsung lama, sebab menjelang usia 1 tahun bertepatan dengan mulai belajar untuk berjalan, kami bertiga untuk pertama kalinya mengunjungi sebuah rumah di BTN Wesabbe Blok A/2 (saat itu.. ada doa kecil semoga rumah ini menjadi istana, tempat kami bertumbuh dan berkembang bersama anak-anak kami menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahma, tempat anak-anak kami bermain, belajar dan beribadah hingga mereka menuju gerbang kedewasaan). Dan doa kecil itupun menjadi kenyataan.

Di tiga tahun pertamanya, naya menjadi kembaran tiga kami, dimana kami berada, disitu ia menemani, tak peduli pagi, sore ataupun malam. Naya senantiasa mengikuti kami kemanapun kami pergi. Bahkan pernah Bu wawa memberi kuliah sambil menggendongnya, atau ia hanya terduduk melihat ibunya memberi kuliah. Ciri-ciri kedewasaan dan kesabarannya terlihat juga ketika seringkali menemani saya ke kantor, waktu itu di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular. Masalahnya adalah situasi dan kondisi yang tidak kondusif, sehingga saya sering menghabiskan waktu bermain catur untuk mengisi kekosongan. Hal itu bisa sampai berjam-jam. Naya pun tetap menemani, walaupun terkadang tertidur menunggu saya untuk menyelesaikan permainan tersebut, Sekali-kali mengatakan, “Pulang Bapak!”, tapi ia tidak pernah marah apalagi menangis. Anak perempuanku, kau membuatku terharu dan yakin akan ketegaranmu kelak.

Ada ciri khas Naya yang menunjukkan keberadaannya, yaitu bunyi gemerincing gelang besi putihnya, ketika ia merangka. Kami sering bersembunyi ketika mendengarnya, karena pasti ia lagi wara-wiri mencari kami. Biasanya ia mencari kami di atas kasur, kami telungkup di atas agar terlihat. Saat ia berdiri di pinggir kasur, kepala cantiknya yang pertama terlihat dan kompak kami tertawa, iapun balas tertawa. Gelang putih itupun diwariskan ke Awang dan Faat, walaupun Faat tidak mengenakannya sampai dewasa.

Kesukaan Naya lain adalah meminta dijunjung di atas bahu. Jika itu saya lakukan maka ia akan tertawa terbahak-bahak memperlihatkan giginya yang empat dengan mata menyipit. Naya adalah anak periang. Hanya saja ketika semakin besar, keriangannya ditunjukkan dengan cara yang berbeda. Anak perempuanku, kau memberikan banyak harapan kedewasaan  kepada kami. Kami sungguh jatuh hati.

Ketika adiknya Awang lahir, ia menjadi kakak yang penyayang dan pelindung. Beberapa fotonya memperlihatkan bagaimana mereka saling berpelukan, bahkan ketika tidur sekalipun mereka akan saling mencari untuk tidur saling bersisian. Dikala bermain, Naya menunjukkan betapa ia sangat menjaga adiknya bahkan cendrung protektif. Saat yang sama, Awang memanfaatkan hal tersebut untuk memanjakan diri.. akhirnya terbawa menjadi ketergantungan dan tidak mandiri. Itu pula pertimbangan kami kelak membawa Awang sekolah ke Surabaya, agar ia bisa menjadi lebih mandiri, berani dan bertanggungjawab. Sifat kepemimpinan, perhatian, tanggungjawab dan penyayang semakin  terlihat ketika Faat lahir. Barangkali karena lahir sebagai seorang Kakak. Kemarin… ketika menontong kartun Ipin dan Upin, kami tertawa… karena melihat karakter Naya ada pada diri kakaknya Upin dan Ipin yaitu Kak Rose. ha.. ha.. ha..

Saat memasuki TK, Naya memperlihatkan sifatnya yang lain yaitu ketenangan. Barangkali pengaruh sebagai seorang kakak dan telah terbiasa di tengan anak-anak lainnya, karena sebelumnya kami titipkan di TPA Aksara Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel. Naya masuk di TK IKIP, dengan pertimbangan agar lebih mudah masuknya nanti di SD IKIP.  Masa TK Naya memberi kerepotan tersendiri, karena jarak sekolahnya yang terlalu jauh dari rumah dan tempat kerja saya di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar. Seringkali kami terlambat menjemput Naya, tapi toh ia tidak pernah marah dan menangis. Hanya saja, setelah itu Naya tidak lagi terlihat gendut… barangkali stres karena perjalanan pergi dan pulang sekolah yang jauh, apalagi sering macet. Belum lagi, kalau harus sedikit ngebut, anehnya Naya menikmati saja. Hikmah lainnya adalah Naya dapat berbelanja sendiri… karena kami sampaikan kepadanya agar jangan keluar pagar sekolah, jika sudah pulang tetapi boleh berbelanja di kantin sekolah.

Bercerita tentang anak perempuanku, banyak sekali peristiwa-peristiwa yang berkesan. Bagaimana ketika mulai masuk SDIT Ar Rahmah. Padahal sebelumnya, kami berpikir akan memasukkannya di SD IKIP. Tapi pertimbangan kami selanjutnya yang ingin memberikan fondasi keislaman dan membangun karakter yang kuat dalam dirinya, sehingga terpikirlah untuk memasukkannya ke SD yang berorientasi keislaman. Setelah mensurvei beberapa SDIT di Kota Makassar, maka pilihan kami jatuh kepada SDIT Ar Rahmah. Dibanding SDIT yang lain, SDIT Ar Rahmah sesuai dengan apa yang kami harapkan, lebih dekat dan biayanya masih terjangkau. Wahai anak perempuaku… apapun kami akan lakukan untukmu!

Banyak hal yang kami sukai dari sekolahnya, tetapi ada juga yang kami tidak sepakati, seperti siswa dilarang mengaji diluar sekolah, dengan alasan akan merusak cara mengaji yang sudah dilakukan di sekolah. Setelah melihat kenyataan bahwa Naya sangat tertinggal dalam hal mengaji, maka kamipun memutuskan untuk mencari guru mengaji di sekitar rumah. Alhamdulillah….senior Bu Wawa di Pasantren, Uztazah Jamilah bersedia membimbing. Pertamanya hanya Naya dan Awang yang belajar mengaji di waktu malam, tetapi beberapa waktu kemudian, berkembang menjadi banyak santri. Awalnya, kami pikir Naya dan Awang tidak akan menyenangi tempat mengajinya, ternyata metode mengaji yang unik dan menarik membuat Naya dan Awang bersemangat untuk mengaji. Dampaknya metode Iqra dan Ummi serta terakhir metode daffa yang diajarkan di sekolah, tidak lagi menjadi masalah bagi Naya. Bahkan di Bulan Ramadhan ini, anak perempuanku telah berhasil menkhatankan Al Qur’an. Sungguh… perasaan kami melambung ke langit surga, tak ada keraguan lagi tentang tugas kami untuk meletakkan fondasi keyakinan Islam. Kebahagian tersebut kami ganti dengan hadiah kecil berupa HP.

Disamping itu, Naya kami ikutkan kursus matematika di Kumon BTP, kemudian kami pindahkan ke Kumon Sudiang karena disana ada juga kursus Englishnya, sehingga praktis Naya dan Awang mengikuti dua bidang studi. Ketika Kumon Perintis telah dibuka, merekapun pindah karena lebih dekat dengan rumah. Kumon banyak menguras energi, karena memastikan apakan Naya sudah mengerjakan PRnya atau tidak. Pada satu tempo Naya tidak mau mengerjakan PRnya dan berhenti….  Barangkali bosan dan kecapaian, tetapi akhirnya lanjut lagi. Moment itu memberikan kesadaran baru kepada Naya, betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Saya merasa… peristiwa itu adalah tahapan penting dari perkembangan mental dan kematangan Naya, anak perempuan kami. Kami ingin memberikan “tiket” ke masa depannya yang lebih baik, kami ingin ia bangga dan percaya diri tetapi tetap rendah hati.

Peristiwa demi peristiwa telah berlalu, tak terasa kini Nadiah Nur Izzah telah tumbuh menjadi gadis dewasa. Waktu itu terasa singkat sekali. Semenjak kelahirannya hingga kelas enam SD. Anak perempuanku kini ada di Makassar untuk menyelesaikan tahapan hidupnya yang lain. Ia mempersiapkan dirinya untuk menghadapi evaluasi akhir SDnya. Ia tidak bersama kami orangtuanya. Ia harus berjuang sendiri diusianya 12 tahun. Jika mendengar ceritanya lewat HP, kami merasa bangga dan terharu. Kami tak bisa berkata apa-apa ketika dari suaranya yang jauh disana menyampaikan bagaimana ia melalui kegiatan sekolahnya, mengurus neneknya dan aktivitasnya ke mesjid………... semuanya sungguh menakjubkan. Anak perempuan kami telah siap ke dunia yang lebih luas.

Anak perempuanku beranjak dewasa
Melalui tempaan hidup
Terkadang sedih dan sendiri
Di lain waktu senyumnya menggayut

Anak perempuanku menjadi gadis
Mengurai kisah remaja
Lewat media sosial bercerita
Kegembiraan dan semangat

Anak perempuanku pelita keluarga
Mencintai orangtua dan adiknya
Walau terkadang menjengkelkan
Tetap sayang di sepanjang umur

Anak perempuanku tak lagi kanak
Meniti hidup dengan doa orangtua
Melewati goda dan hilaf
Smoga Allah memberi petunjuk

Surabaya, November 2015
Selamat Ulang tahun Nak!

Dari kedua orangtuamu
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates